“Ironi
di atas ironi”, begitulah kata Spongebob si karakter utama salah satu serial
kartun yang dimiliki Nickelodeon. Mengapa saya mengutip kata-kata Si Kuning
Kotak?
Yup, saya akhir-akhir ini sedang miris melihat para sarjana
menganggur. Betapa tidak miris. Kuliah S1 selama 4 tahun bahkan lebih (ada pula
yang sampai 7 tahun, hehe) dengan keluh kesah, banting tulang, hutang sana-sini
untuk makan sehari-hari (bagi anak kos sih). Kalo anak rumahan sih bebas,
tinggal pulang, makan sudah disediakan. Sungguh sangat nikmat. Nah, bagi anak
perantauan beda lagi. Uang masih ngantri, tagihan kos diakumulasi dan no gengsi
no aksi.
Ada cerita tentang mahasiswa pergi merantau ke jogjakarta.
Menuntut ilmu mengabdi kepada negara tuk dapatkan gelar SARJANA.
Uang pas2an kiriman juga masih ngantri, duh rasanya pusing sekali.
Hutang sana sini tuk makan sehari2, duh rasanya susah sekali.
Beginilah nasib mahasiswa, belum lulus, lulus juga. Hei kasihan nasibmu mahasiswa, siang malam selalu ada masalah.
Hei siapa suruh datang ke jogjakarta, apa gak tau di sini hidup susah. Aduh megahnya kampus dijogjakarta, banyak cewek hatipun jadi suka.
Lirik sana sini yang penting cuci mata, hati senang, riang, dan gembira.
(Lirik Lagu Orkes Sehat Jiwa)
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, jumlah lulusan perguruan tinggi yang
bekerja adalah 12,24 persen. Jumlah tersebut setara 14,57 juta dari 118,41 juta
pekerja di seluruh Indonesia. Sementara pengagguran lulusan perguruan tinggi
mencapai 11,19 persen, atau setara 787 ribu dari total 7,03 orang yang tidak
memiliki pekerjaan.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mencatat,
saat ini ada 3.221 universitas di seluruh Indonesia. Selain itu, masih ada
1.020 perguran tinggi agama di seluruh provinsi. Saat ini setiap tahun
rata-rata ada 750 ribu lulusan pendidikan tinggi baru dari berbagai tingkatan (Menteri
Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, 11 November 2017).
Sebagai
contoh kota Jogjakarta yang memiliki perguruan tinggi beraneka ragam. Dari
PTN(Perguruan Tinggi Negeri) dan PTS(Perguruan Tinggi Swasta).
“Lalu bagus mana PTN atau PTS?”
Kalo dibilang bagus mana sih relatif ya. Semua kembali
tergantung pada mahasiswanya. Kalo dari saya pribadi sih enakan PTN. Mengapa?
Jawabannya simple, yaitu MURAH.
Setelah
lulus dari SMA/SMK sederajat, banyak sekali muncul pertanyaan dari benak para ABG junior (terus ABG senior yang
kayak gimana ya, haha), “Kuliah atau kerja?”
Ada yang mengatakan kalo kuliah itu kedepannya bisa mendapat
pekerjaan yang layak. Tapi ada juga yang mengatakan kalo kuliah itu cuma
menghabis-habiskan waktu dan uang. Toh, tanpa kuliah, ada kok orang yang kaya
raya bahkan orang terlanjur kaya. Sultan mah bebas, haha.
Sejujurnya semua pilihan hidup kembali ke pribadi
masing-masing. Bagaimana cara pandang kita tentang kuliah dan kerja. Lagipula
ada juga yang menyandang 2 status. Pagi menjadi mahasiswa, sore sampai malem
menjadi karyawan. Akibatnya waktu istirahat berkurang dan gak ada lagi waktu
buat kumpul-kumpul yang gak jelas.
Menurut pengalaman saya sih, yang juga menyandang 2 status,
bagi waktu itu gampang-gampang susah. Sudah gak ada lagi waktunya main, nonton,
pacaran, naik gunung, pantengin smartphone berjam-jam bahkan belanja. Gajian
juga cuma lewat doang. Ya iyalah, duit cuma buat bayar kuliah,bayar kreditan sama beli buku
dan ditambah kalo ngeprint tugas-tugas.
“Orang goblok sulit mendapat kerja akhirnya buka usaha
sendiri. Saat bisnisnya berkembang, orang goblok memperkerjakan orang pintar.”
-Bob Sadino-
Ada
yang salah dengan persepsi yang telah menyebar di kalangan masyarakat tentang
kuliah. Ada 2 hal yang jelas-jelas bukan tujuan kuliah:
1. Kuliah
bukan mencari duit tetapi tujuan kuliah itu buat mempelajari ilmu yang
bersangkutan.
2. Tujuan
kuliah itu bukan nyari kerja. Meskipun banyak perusahaan yang mengharuskan
syarat-syarat tertentu, karena perusahaan juga membutuhkan tenaga ahli di
bidang tersebut.
“Quality is more important than quantity. One home run is
much better than two doubles”
-Steve Jobs-
Sebagai contoh. Bill Gates
tidak menyelesaikan kuliah, Bob Sadino juga tidak selesaikan sekolahnya
tapi mereka berjuang keras untuk menjadi orang yang lebih baik dari lulusan
kuliah.
Dari
bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, semua hal berkembang dan maju. Mulai dari
TV yang dulunya tabung besar, sekarang berubah menjadi TV flat. Handphone yang
dulunya segede gamblang, kini berevolusi menjadi smartphone yang canggih.
Kendaraan bermotor juga mengalami kemajuan dan bukan kemunduran. Tapi yang
menjadi pertanyaan saya bertahun-tahun, mengapa sistem pendidikan hanya
gini-gini saja. Gak ada kemajuan sama sekali. Ya kalo maju sih paling cuma
sejengkal semut.
Heeeloooouw, ini udah zaman milenial bung, masih gini-gini
aja keleus, hehe.
Saya sangat gregetan dengan sistem belajar di Indonesia.
Hafalkan, hafalkan, hafalkan! Maaf ya, menghafal itu bukan belajar. Itu hanya
menyimpan memori. Lalu kalau kapasitas memorinya hanya 16GB gimana? Hehe
Bukan berarti menghafal itu bukanlah prestasi. Bagi saya,
menghafal itu adalah prestasi. Alasannya, saya merupakan orang yang sulit untuk menghafal. Jadi kalau ada orang
yang jago menghafal, saya sangat menghargai sekali.
Belajarlah
dari ilmuwan dunia. Jikalau menggoreng telur itu hanya berasal dari resep saja.
Maka hasilnya juga cuma itu-itu saja. Tidak ada inovasi akan makanan yang
menarik. Saya berani beradu, jika orang yang hanya menghafal dari buku saja,
maka mereka tidak dibutuhkan lagi dibanding dengan orang yang berpikir keras
untuk menemukan gagasan dan inovasi baru.
“Menghafal adalah proses menempatkan informasi ke dalam
ingatan (memori). Ada proses mengubah informasi menjadi kode dalam proses
penyimpanan, ini disebut coding.”
Mari kembali ke topik. Lalu apa kuliah itu penting?
Bagi saya kuliah itu sudah bukan menjadi hal primer lagi.
Kuliah itu tidak penting, meskipun saya seorang mahasiswa(karena mau keluar
udah nanggung, semester tua) dan nilai saya sudah Cum Laude (sombong lah,
sultan mah bebas).
Saya mengutip beberapa motive dari Bang Deddy Corbuzier
:
- Sudah Keringgalan Zaman
Ketika zaman dulu kuliah, memang
sangatlah penting karena hanya orang tertentu yang bisa kuliah. Jadi zaman dulu
orang yang kuliah dan menyandang gelar sarjana akan sangat berbeda dengan orang
kebanyakan yang tidak kuliah. Dahulu
orang yang kuliah dan menyandang gelar sarjana langsung bisa mendapat
pekerjaan. Sekarang lulus kuliah banyak kok yang jadi pengangguran bertitel.
Iya atau gak?
Sekarang zaman sudah maju, mau
belajar gampang. Mau nyari channel kerjaan juga mudah. Gak serumit dahulu.
Ditambah kalau ada orang dalam di salah satu perusahaan, pasti langsung
keterima, hehe. (Makanya besok kalau mau masuk surga,tapi banyak dosa, cari orang dalam. Biar langsung cus surga, hehe)
Lalu apa spesialnya di era sekarang
ini yang semuanya bisa menyandang gelar sarjana?
- Kuliah itu Mahal
Bayangkan saja, dengan membayar
uang gedung kira-kira habis 10-50 juta dan belum ditambah per-sks dan
persemester, bisa habiskan uang berapa puluh juta?
Kalau PTN mah murah, nah kalau PTS
bagaimana kabarnya? Mehong cyiin........
Dengan uang sebesar itu, coba
banyangkan kalau dananya dialihkan untuk merintis usaha sendiri, pastinya bisa
berkembang lebih besar. Ya, pastinya harus dibarengi dengan doa dan menajemen
yang baik. Pernah mendengar pepatah sederhana yang berbunyi, “Sedikit demi sedikit
lama-lama menjadi bukit.” To start a business for example.
- Kuliah Terlalu Murah
Andaikan perkuliahan di Indonesia
digratiskan seperti di Jerman, lalu semua orang kuliah dan semua orang menjadi
sarjana, lalu semua orang menjadi spesial, berarti semua orang spesial dong.
Jadi apanya yang spesial diantara semua orang yang spesial? Jawabnya,”NOTHING”.
- Salah Jurusan
Banyak mahasiswa yang mengatakan
kalau salah jurusan dan itu sadar saat sudah masuk ke semester tua. Mereka
mengatakan kalau gak ada passion lagi di jurusan yang ia masuki. Akhirnya
mereka pasrah dan berpikir, “Yang penting kuliah saja”. Kalau ditanya,"Habis lulus mau kemana?" Jawabnya ya gak jauh-jauh dari "Nge-flow aja".
- Gaji UMR
Saya belum lulus kuliah, tapi gaji
sudah di atas UMR. Nilai saya juga cum laude. Lalu bagaimana mereka yang sudah
sarjana dan gaji masih UMR?
Belum di tambah usaha sampingan
saya yang lumayan juga kalau buat nyicil motor tiap bulannya.
“Masnya sombong ya?”
“Kalau
iya gimana? Hahaha, sultan mah bebas”
Menurut Bro Deddy, gaji besar itu
bukan karena pengalaman saat kuliah, tetapi gaji besar itu karena skill yang
memumpuni.
Bahkan gaji seorang sarjana, bisa
lebih kecil dibandingkan karyawan toko handphone di Roxy Square Jakarta.
- Tidak Ada Garansi
Tidak ada jaminannya sarjana
menjadi orang sukses. Gimana sarjana mau sukses, kalau kerjaan saja tidak ia
miliki. Karena yang menjamin orang sukses itu bukan karena dia kuliah. Tidak
ada yang bisa menjaminnya, kecuali Gusti Allah.
- Stastik yang salah
Secara statistik, banyak orang kaya
di dunia yang kaya tanpa mereka kuliah dan memiliki sarjana.
“Lalu bagaimana dengan koruptor bang?”
“Itu beda cerita bosku, hahaha.
Mereka mah suka ciak wingking. Eh, tapi koruptor juga manusia, butuh sleding
tekel juga kali.”
- Kuliah Beda dengan Realita
Kuliah tidak mengajarkan bagaimana
menghadapi dan menjalani kehidupan yang sesungguhnya.
Karena hal-hal yang dialami di
kehidupan nyata hanya bisa dirasakan sendiri tanpa perlu kuliah.
Jadi apa yang diajarkan di kuliah?
Apa yang diajarkan di sana bisa didapat di Wikipedia kata Deddy.
Teknologi sudah maju bung, bisa
belajar dimana saja. Mau nyari resep ramen, tinggal search aja di mbah google.
Mau nyari pinjaman duit, nyari janda, eh jodoh, tinggal aja tanya simbah Google again.
“Life
is really simple, but we insist on making it complicated” –Confucius
Jadi tidak ada salahnya kuliah. Kalau bercita-cita jadi
dokter, ya harus kuliah. Kalau dokter tidak kuliah, bisa berabe nanti pasiennya. Makin tambah ancur penyakitnya.
Terkadang seseorang akan sulit
mempertimbangkan kuliah atau tidak. Kalau mau masuk kuliah, monggo. Kalau tidak
ingin kuliah juga monggo. Semua keputusan ada di genggaman tangan kalian masing-masing.
Semua ada nilai positif dan negatifnya. Semua diciptakan berpasang-pasang. Ada
orang baik dengan jahat, hitam dengan putih, ganteng/cantik dengan pas-pasan,
hehe.
Intinya, orang sukses bukan karena kuliah tapi karena niat,
keahlian dan ketrampilan. Niat itu seperti SURAT. Salah tulis ALAMAT, akan
sampai salah TEMPAT.
Gusti paring ndalan
kanggo uwong seng gelam ndalan
No comments:
Post a Comment