Monday, April 23, 2018

Romantika Mahasiswa dan Orang Kaya



“Ironi di atas ironi”, begitulah kata Spongebob si karakter utama salah satu serial kartun yang dimiliki Nickelodeon. Mengapa saya mengutip kata-kata Si Kuning Kotak?
Yup, saya akhir-akhir ini sedang miris melihat para sarjana menganggur. Betapa tidak miris. Kuliah S1 selama 4 tahun bahkan lebih (ada pula yang sampai 7 tahun, hehe) dengan keluh kesah, banting tulang, hutang sana-sini untuk makan sehari-hari (bagi anak kos sih). Kalo anak rumahan sih bebas, tinggal pulang, makan sudah disediakan. Sungguh sangat nikmat. Nah, bagi anak perantauan beda lagi. Uang masih ngantri, tagihan kos diakumulasi dan no gengsi no aksi.

Ada cerita tentang mahasiswa pergi merantau ke jogjakarta.
Menuntut ilmu mengabdi kepada negara tuk dapatkan gelar SARJANA.
Uang pas2an kiriman juga masih ngantri, duh rasanya pusing sekali.
Hutang sana sini tuk makan sehari2, duh rasanya susah sekali.
Beginilah nasib mahasiswa, belum lulus, lulus juga. Hei kasihan nasibmu mahasiswa, siang malam selalu ada masalah.
Hei siapa suruh datang ke jogjakarta, apa gak tau di sini hidup susah. Aduh megahnya kampus dijogjakarta, banyak cewek hatipun jadi suka.
Lirik sana sini yang penting cuci mata, hati senang, riang, dan gembira.

(Lirik Lagu Orkes Sehat Jiwa)




                Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, jumlah lulusan perguruan tinggi yang bekerja adalah 12,24 persen. Jumlah tersebut setara 14,57 juta dari 118,41 juta pekerja di seluruh Indonesia. Sementara pengagguran lulusan perguruan tinggi mencapai 11,19 persen, atau setara 787 ribu dari total 7,03 orang yang tidak memiliki pekerjaan.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mencatat, saat ini ada 3.221 universitas di seluruh Indonesia. Selain itu, masih ada 1.020 perguran tinggi agama di seluruh provinsi. Saat ini setiap tahun rata-rata ada 750 ribu lulusan pendidikan tinggi baru dari berbagai tingkatan (Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, 11 November 2017).

                Sebagai contoh kota Jogjakarta yang memiliki perguruan tinggi beraneka ragam. Dari PTN(Perguruan Tinggi Negeri) dan PTS(Perguruan Tinggi Swasta). 
“Lalu bagus mana PTN atau PTS?”
Kalo dibilang bagus mana sih relatif ya. Semua kembali tergantung pada mahasiswanya. Kalo dari saya pribadi sih enakan PTN. Mengapa? Jawabannya simple, yaitu MURAH.

                Setelah lulus dari SMA/SMK sederajat, banyak sekali muncul pertanyaan dari  benak para ABG junior (terus ABG senior yang kayak gimana ya, haha), “Kuliah atau kerja?”
Ada yang mengatakan kalo kuliah itu kedepannya bisa mendapat pekerjaan yang layak. Tapi ada juga yang mengatakan kalo kuliah itu cuma menghabis-habiskan waktu dan uang. Toh, tanpa kuliah, ada kok orang yang kaya raya bahkan orang terlanjur kaya. Sultan mah bebas, haha.

Sejujurnya semua pilihan hidup kembali ke pribadi masing-masing. Bagaimana cara pandang kita tentang kuliah dan kerja. Lagipula ada juga yang menyandang 2 status. Pagi menjadi mahasiswa, sore sampai malem menjadi karyawan. Akibatnya waktu istirahat berkurang dan gak ada lagi waktu buat kumpul-kumpul yang gak jelas.



Menurut pengalaman saya sih, yang juga menyandang 2 status, bagi waktu itu gampang-gampang susah. Sudah gak ada lagi waktunya main, nonton, pacaran, naik gunung, pantengin smartphone berjam-jam bahkan belanja. Gajian juga cuma lewat doang. Ya iyalah, duit cuma buat bayar kuliah,bayar kreditan sama beli buku dan ditambah kalo ngeprint tugas-tugas.


“Orang goblok sulit mendapat kerja akhirnya buka usaha sendiri. Saat bisnisnya berkembang, orang goblok memperkerjakan orang pintar.” -Bob Sadino-


                Ada yang salah dengan persepsi yang telah menyebar di kalangan masyarakat tentang kuliah. Ada 2 hal yang jelas-jelas bukan tujuan kuliah:
1.       Kuliah bukan mencari duit tetapi tujuan kuliah itu buat mempelajari ilmu yang bersangkutan.
2.       Tujuan kuliah itu bukan nyari kerja. Meskipun banyak perusahaan yang mengharuskan syarat-syarat tertentu, karena perusahaan juga membutuhkan tenaga ahli di bidang tersebut.


“Quality is more important than quantity. One home run is much better than two doubles” 
-Steve Jobs-


Sebagai contoh. Bill Gates  tidak menyelesaikan kuliah, Bob Sadino juga tidak selesaikan sekolahnya tapi mereka berjuang keras untuk menjadi orang yang lebih baik dari lulusan kuliah.

                Dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, semua hal berkembang dan maju. Mulai dari TV yang dulunya tabung besar, sekarang berubah menjadi TV flat. Handphone yang dulunya segede gamblang, kini berevolusi menjadi smartphone yang canggih. Kendaraan bermotor juga mengalami kemajuan dan bukan kemunduran. Tapi yang menjadi pertanyaan saya bertahun-tahun, mengapa sistem pendidikan hanya gini-gini saja. Gak ada kemajuan sama sekali. Ya kalo maju sih paling cuma sejengkal semut.

Heeeloooouw, ini udah zaman milenial bung, masih gini-gini aja keleus, hehe.

Saya sangat gregetan dengan sistem belajar di Indonesia. Hafalkan, hafalkan, hafalkan! Maaf ya, menghafal itu bukan belajar. Itu hanya menyimpan memori. Lalu kalau kapasitas memorinya hanya 16GB gimana? Hehe

Bukan berarti menghafal itu bukanlah prestasi. Bagi saya, menghafal itu adalah prestasi. Alasannya, saya merupakan orang yang  sulit untuk menghafal. Jadi kalau ada orang yang jago menghafal, saya sangat menghargai sekali.



                Belajarlah dari ilmuwan dunia. Jikalau menggoreng telur itu hanya berasal dari resep saja. Maka hasilnya juga cuma itu-itu saja. Tidak ada inovasi akan makanan yang menarik. Saya berani beradu, jika orang yang hanya menghafal dari buku saja, maka mereka tidak dibutuhkan lagi dibanding dengan orang yang berpikir keras untuk menemukan gagasan dan inovasi baru.


“Menghafal adalah proses menempatkan informasi ke dalam ingatan (memori). Ada proses mengubah informasi menjadi kode dalam proses penyimpanan, ini disebut coding.”


Mari kembali ke topik. Lalu apa kuliah itu penting?

Bagi saya kuliah itu sudah bukan menjadi hal primer lagi. Kuliah itu tidak penting, meskipun saya seorang mahasiswa(karena mau keluar udah nanggung, semester tua) dan nilai saya sudah Cum Laude (sombong lah, sultan mah bebas).

Saya mengutip beberapa motive dari Bang Deddy Corbuzier :

  1. Sudah Keringgalan Zaman
Ketika zaman dulu kuliah, memang sangatlah penting karena hanya orang tertentu yang bisa kuliah. Jadi zaman dulu orang yang kuliah dan menyandang gelar sarjana akan sangat berbeda dengan orang kebanyakan yang  tidak kuliah. Dahulu orang yang kuliah dan menyandang gelar sarjana langsung bisa mendapat pekerjaan. Sekarang lulus kuliah banyak kok yang jadi pengangguran bertitel. Iya atau gak?
Sekarang zaman sudah maju, mau belajar gampang. Mau nyari channel kerjaan juga mudah. Gak serumit dahulu. Ditambah kalau ada orang dalam di salah satu perusahaan, pasti langsung keterima, hehe. (Makanya besok kalau mau masuk surga,tapi banyak dosa, cari orang dalam. Biar langsung cus surga, hehe)
Lalu apa spesialnya di era sekarang ini yang semuanya bisa menyandang gelar sarjana?

  1. Kuliah itu Mahal
Bayangkan saja, dengan membayar uang gedung kira-kira habis 10-50 juta dan belum ditambah per-sks dan persemester, bisa habiskan uang berapa puluh juta?
Kalau PTN mah murah, nah kalau PTS bagaimana kabarnya? Mehong cyiin........
Dengan uang sebesar itu, coba banyangkan kalau dananya dialihkan untuk merintis usaha sendiri, pastinya bisa berkembang lebih besar. Ya, pastinya harus dibarengi dengan doa dan menajemen yang baik. Pernah mendengar pepatah sederhana yang berbunyi, “Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.” To start a business for example.

  1. Kuliah Terlalu Murah
Andaikan perkuliahan di Indonesia digratiskan seperti di Jerman, lalu semua orang kuliah dan semua orang menjadi sarjana, lalu semua orang menjadi spesial, berarti semua orang spesial dong. Jadi apanya yang spesial diantara semua orang yang spesial? Jawabnya,”NOTHING”.

  1. Salah Jurusan
Banyak mahasiswa yang mengatakan kalau salah jurusan dan itu sadar saat sudah masuk ke semester tua. Mereka mengatakan kalau gak ada passion lagi di jurusan yang ia masuki. Akhirnya mereka pasrah dan berpikir, “Yang penting kuliah saja”. Kalau ditanya,"Habis lulus mau kemana?" Jawabnya ya gak jauh-jauh dari "Nge-flow aja".

  1. Gaji UMR
Saya belum lulus kuliah, tapi gaji sudah di atas UMR. Nilai saya juga cum laude. Lalu bagaimana mereka yang sudah sarjana dan gaji masih UMR?
Belum di tambah usaha sampingan saya yang lumayan juga kalau buat nyicil motor tiap bulannya. 

“Masnya sombong ya?”
“Kalau iya gimana? Hahaha, sultan mah bebas”

Menurut Bro Deddy, gaji besar itu bukan karena pengalaman saat kuliah, tetapi gaji besar itu karena skill yang memumpuni.
Bahkan gaji seorang sarjana, bisa lebih kecil dibandingkan karyawan toko handphone di Roxy Square Jakarta.

  1. Tidak Ada Garansi
Tidak ada jaminannya sarjana menjadi orang sukses. Gimana sarjana mau sukses, kalau kerjaan saja tidak ia miliki. Karena yang menjamin orang sukses itu bukan karena dia kuliah. Tidak ada yang bisa menjaminnya, kecuali Gusti Allah.

  1. Stastik yang salah
Secara statistik, banyak orang kaya di dunia yang kaya tanpa mereka kuliah dan memiliki sarjana.

“Lalu bagaimana dengan koruptor  bang?”
Itu beda cerita bosku, hahaha. Mereka mah suka ciak wingking. Eh, tapi koruptor juga manusia, butuh sleding tekel juga kali.”

  1. Kuliah Beda dengan Realita
Kuliah tidak mengajarkan bagaimana menghadapi dan menjalani kehidupan yang sesungguhnya.
Karena hal-hal yang dialami di kehidupan nyata hanya bisa dirasakan sendiri tanpa perlu kuliah.
Jadi apa yang diajarkan di kuliah? Apa yang diajarkan di sana bisa didapat di Wikipedia kata Deddy.

Teknologi sudah maju bung, bisa belajar dimana saja. Mau nyari resep ramen, tinggal search aja di mbah google. Mau nyari pinjaman duit, nyari janda, eh jodoh, tinggal aja tanya simbah Google again.


“Life is really simple, but we insist on making it complicated” –Confucius



Jadi tidak ada salahnya kuliah. Kalau bercita-cita jadi dokter, ya harus kuliah. Kalau dokter tidak kuliah, bisa berabe nanti pasiennya. Makin tambah ancur penyakitnya.

Terkadang seseorang akan sulit mempertimbangkan kuliah atau tidak. Kalau mau masuk kuliah, monggo. Kalau tidak ingin kuliah juga monggo. Semua keputusan ada di genggaman tangan kalian masing-masing. Semua ada nilai positif dan negatifnya. Semua diciptakan berpasang-pasang. Ada orang baik dengan jahat, hitam dengan putih, ganteng/cantik dengan pas-pasan, hehe.
Intinya, orang sukses bukan karena kuliah tapi karena niat, keahlian dan ketrampilan. Niat itu seperti SURAT. Salah tulis ALAMAT, akan sampai salah TEMPAT.

Gusti paring ndalan kanggo uwong seng gelam ndalan






(Sumber gambar : gambar 1,gambar 2,gambar 3)




No comments:

Post a Comment